Pro Kontra Terkait Libur Sekolah Saat Ramadhan 2025

Pro Kontra Libur Sekolah Ramadhan 2025

Wacana meliburkan sekolah selama bulan Ramadhan 2025 telah menjadi topik hangat di masyarakat. Ide ini memunculkan berbagai pandangan, baik dari tokoh masyarakat, pendidik, maupun orang tua siswa. Beberapa pihak mendukung, sementara lainnya menolak dengan alasan tertentu. Berikut ulasan pro dan kontra terkait kebijakan ini.

Pro Kontra Libur Sekolah Ramadhan 2025

Pro: Kesempatan Memperdalam Ibadah

Para pendukung wacana libur sekolah selama Ramadhan berpendapat bahwa kebijakan ini dapat menjadi momen yang baik untuk mendalami ibadah. Gus Hilmy, anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), menyatakan bahwa libur ini bisa menjadi kesempatan untuk pembinaan spiritual dan karakter anak. Ia menyarankan agar sekolah swasta dan negeri dapat membuat program sekolah pesantren selama libur Ramadhan, seperti yang pernah dilakukan di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). (nu.or.id)

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, juga menyampaikan dukungan terhadap kebijakan ini. Ia menyarankan agar libur Ramadhan digunakan untuk membina budi pekerti dan karakter siswa. Waktu libur dianggap sebagai kesempatan untuk meningkatkan nilai-nilai spiritualitas melalui kegiatan positif. (detik.com)

Selain itu, banyak orang tua melihat libur ini sebagai cara untuk membantu anak-anak fokus pada puasa dan ibadah, terutama bagi siswa yang baru belajar menjalankan ibadah puasa penuh.

Kontra: Risiko Penurunan Prestasi Akademik

Di sisi lain, beberapa pihak mengkhawatirkan dampak negatif dari libur panjang ini terhadap pendidikan siswa. Iman Zanatul Haeri, guru madrasah di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jakarta, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana libur penuh selama Ramadhan. Ia beralasan bahwa libur ini berpotensi menghambat capaian akademik formal siswa. Selain itu, ia menyoroti kemungkinan meningkatnya penggunaan gawai oleh anak-anak selama libur, serta dampak finansial terhadap guru-guru swasta yang pendapatannya bergantung pada jam mengajar. (nu.or.id)

Anggi Afriansyah, peneliti sosial pendidikan di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), juga menolak wacana ini. Menurutnya, tanpa program pendampingan yang memadai, anak-anak berisiko terjebak dalam kegiatan nonproduktif. Ia menyarankan agar sekolah tetap mengadakan kegiatan belajar dengan program khusus yang meningkatkan nilai-nilai ibadah selama bulan puasa. (nu.or.id)

Perspektif Tokoh Agama dan Pemerintah

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menyarankan agar pemerintah merencanakan kebijakan ini dengan matang. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan siswa non-Muslim dan bagaimana memastikan libur ini memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak. (nu.or.id)

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, sejalan dengan PBNU, menekankan bahwa libur Ramadhan bisa menjadi sarana untuk pembentukan karakter siswa. Ia juga mengimbau agar kegiatan selama libur diarahkan pada pembinaan akhlak dan peningkatan nilai ibadah. (detik.com)

Wakil Menteri Agama, Romo HR Muhammad Syafi’i, mengonfirmasi bahwa wacana ini masih dalam pembahasan di Kementerian Agama. Ia memastikan bahwa keputusan akhir akan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk tokoh agama, pendidik, dan masyarakat umum. (kompas.com)

Kesimpulan

Wacana libur sekolah selama Ramadhan 2025 masih menjadi perdebatan yang membutuhkan kajian mendalam. Dukungan terhadap ide ini didasarkan pada kesempatan memperdalam ibadah, sementara penolakan lebih banyak terkait dengan risiko penurunan prestasi akademik dan dampak sosial lainnya. Hingga saat ini, keputusan final belum diumumkan. Pemerintah diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang seimbang, sehingga dapat memenuhi kebutuhan spiritual sekaligus menjaga kualitas pendidikan di Indonesia.

Bagaimana menurut pendapat Sobat JOP’ers sendiri?